Selasa (24/05) Walikota Bandung, Ridwan Kamil, diundang ke Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan (DTAP) Universitas Gadjah Mada untuk memberikan kuliah umum mulai pukul 19.00 WIB. Acara tersebut tergolong mendadak karena baru dipublikasikan di hari itu juga sekitar pukul 16.00 WIB. Kebetulan pada hari itu Ridwan Kamil menghadiri Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). Undangan yang disampaikan dari pihak Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan pun hanya melalui telepon.
Tepat pukul 19.00, Ridwan Kamil datang ke ruangan dan menyapa peserta kuliah umum yang sebagian besar merupakan mahasiswa Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, meskipun juga ada sebagian kecil mahasiswa dari departemen lain bahkan perguruan tinggi lain. Membuka sesi kuliah, pria yang akrab disapa Kang Emil ini menceritakan kehidupannya sebelum menjadi Walikota Bandung, termasuk mendirikan gerakan Indonesia Berkebun, menjadi arsitek, serta dosen tidak tetap di ITB. Acara berlangsung meriah karena ruangan yang digunakan penuh sesak oleh lebih dari 200 peserta kuliah umum.
Dengan prinsip “Sebaik-baiknya manusia adalah yang selalu bermanfaat untuk masyarakat”, ia mendirikan gerakan Indonesia Berkebun. Gerakan tersebut akhirnya menyebar ke tiap-tiap kota yang ada di Indonesia seperti Bandung Berkebun, Jakarta Berkebun, Surabaya Berkebun, dan sebagainya. Pada tahun 2011 Ridwan Kamil mendapatkan penghargaan Indonesia Green Award untuk gerakan Indonesia Berkebun ini dari Google. Selain itu, Kang Emil juga pernah melibatkan diri untuk membantu masyarakat Aceh bangkit pasca bencana tsunami di tahun 2004. Wujud dari keterlibatannya tersebut yaitu Museum Tsunami yang disebutnya memiliki peran sebagai monumen peringatan dan juga edukasi tentang mitigasi bencana tsunami bagi masyarakat. Desain Museum Tsunami dirancangnya sendiri karena pada saat itu memang profesinya adalah seorang arsitek.
Selama ±2,5 tahun menjadi Walikota Bandung, Ridwan Kamil telah membawa perubahan-perubahan yang cukup signifikan bagi Kota Bandung. Hal ini terlihat dari bagaimana dia, dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkannya, berhasil menyulap ruang-ruang kosong di kampung-kampung kumuh Bandung menjadi ruang-ruang kreatif publik. Ia juga berhasil mengakomodasi komunitas-komunitas masyarakat Kota Bandung yang jumlahnya lebih dari 3000 komunitas untuk bersama-sama memajukan Kota Bandung dimulai dari komunitas masing-masing.
Dalam melaksanakan kebijakan-kebijakan tersebut Kang Emil menerapkan prinsip Inovasi-Kolaborasi-Desentralisasi. Inovasi artinya adalah setiap kebijakan harus berupa ide-ide baru yang fresh sehingga masyarakat akan tertarik untuk ikut berperan dalam melaksanakan kebijakan tersebut. Kolaborasi berarti harus melibatkan peran dari seluruh lapisan, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat, semua harus bersatu padu. Sedangkan Desentralisasi adalah pelimpahan kewenangan kepada stakeholder di bawah (hingga ke tingkat kelurahan dan RW) supaya masyarakat memiliki akses yang mudah dan dekat untuk menyampaikan pendapatnya tentang pembangunan di Kota Bandung. Salah satu penerapan prinsip Inovasi-Kolaborasi-Desentralisasi ini adalah Program “1 Kelurahan, 1 Arsitek”, “Andai Aku Jadi Walikota”, “Kredit Melati (Melawan Rentenir)”, “Bandung Delivery Service”, “Bandung Command Center”, dan masih banyak lagi. Berkat program-program tersebut Kota Bandung di bawah pimpinan Ridwan Kamil berhasil meraih setidaknya dua penghargaan di tahun ini, yakni “Indonesia’s Smart City Award 2016” dan “Prime Minister Award 2016”.
Ditulis oleh: Lestyanto Cahyadani