Pada hari Jumat, 16 Agustus 2024, Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM) menggelar Kuliah Perdana dengan tema “Perencanaan Kota Inklusif” di Auditorium SGLC FT UGM. Kuliah ini dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa dan terbuka untuk umum, yang tertarik pada isu perencanaan kota yang lebih inklusif.
Farhan Helmy, Ketua Pergerakan Disabilitas dan Lanjut Usia (DILANS) Indonesia, didaulat sebagai pembicara utama dalam acara ini. DILANS sendiri adalah organisasi yang dideklarasikan di Bandung pada 3 Desember 2021, bertepatan dengan Hari Disabilitas Internasional. Organisasi ini berupaya menciptakan dunia yang inklusif bagi penyandang disabilitas dan lansia dengan memberdayakan mereka dalam kehidupan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Dalam paparannya, Farhan Helmy menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai stakeholders untuk mempercepat terciptanya kehidupan yang inklusif.
Salah satu materi penting yang disampaikan adalah tentang “Kota Inklusif: Krisis Iklim, Keberlanjutan, dan Inklusi Sosial”. Farhan menjelaskan tentang pentingnya perubahan perilaku inklusif yang harus dilembagakan dalam masyarakat, baik secara privat maupun publik.
Secara privat, ia menyoroti perlunya memberdayakan warga agar dapat berpartisipasi dalam berbagai interaksi aktivitas ekonomi, sosial, budaya, dan politik. Sedangkan secara publik, inklusi dibagi menjadi tiga aspek: ruang, ranah (sphere), dan etika publik. Ruang publik harus dapat diakses oleh semua, termasuk difabel dan lansia. Ranah publik harus menjadi tempat di mana setiap individu bisa mengekspresikan pandangan dan informasi secara sehat, yang pada akhirnya memperkuat ketahanan sosial. Sementara itu, etika publik menekankan pentingnya menjaga norma bersama agar tidak ada diskriminasi terhadap individu atau kelompok yang berbeda.
Kuliah perdana ini juga menggarisbawahi pandangan utama yang diusung dalam perencanaan kota inklusif, yaitu “No One Left Behind”. Pandangan ini menegaskan komitmen untuk memastikan bahwa setiap warga, tanpa terkecuali, memiliki hak dan akses yang setara dalam kehidupan bermasyarakat.
Acara ini diharapkan menjadi awal yang baik dalam mendorong terciptanya kebijakan dan praktik perencanaan kota yang lebih inklusif di Indonesia.