
Yogyakarta, 24 April 2025 – Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota hadir kembali dengan kegiatan kuliah tamu berkolaborasi dengan praktisi, yang dilaksanakan pada Kamis, 24 April 2025 lalu. Kuliah tamu edisi kali ini membahas mengenai “Belajar dari Kampung Akuarium” di Jakarta Utara dengan mengundang Elisa Sutanudjaja, Executive Director Rujak Center for Urban Studies.
Kuliah tamu ini mengajak peserta memahami pembelajaran berharga dari Kampung Akuarium, bagaimana implementasi perumahan berkonsep kampung susun yang berbasis masyarakat dan inklusivitas serta dinamika-dinamika yang dihadapi sebelum, saat, dan sesudah pembangunan.
Penyampaian materi dibuka dengan penjelasan mengenai definisi kampung kota. Kampung kota sendiri adalah permukiman yang terbentuk secara sosial dan non-pasar yang terletak di kawasan perkotaan yang strategis. Dapat dikatakan bahwa kampung kota ini berdiri atas kemandirian masyarakat, contohnya seperti membangun prasarana dengan biaya masyarakat kampung itu sendiri. Kampung kota seringkali mendapat stigma negatif sebagai “kawasan kumuh”, padahal tidak semua. Kekhasan dari kampung kota, struktur sosial masyarakatnya seperti etnis misalnya masih mengikuti asal masing-masing (permukiman informal). Contohnya Kampung Akuarium yang masih beragam sekali struktur masyarakatnya sehingga disebutkan seperti menggambarkan “Indonesia Kecil” karena menggambarkan keragaman, tetapi dengan adanya kompleksitas tersebut di sisi lain dijustifikasi menjadi perkampungan kumuh.
Membangun kota bukan hanya sekadar membangun gedung-gedung tidak bernyawa, tetapi hakikatnya adalah membangun suatu ruang hidup. Kota-kota yang dianggap sudah maju atau dianggap gagal pada dasarnya justifikasi tersebut tidak tepat karena kota itu dinamis dan terus berkembang. Kota adalah suatu proses, bukan produk akhir. Permasalahan yang dihadapi adalah, orientasi perencanaan Indonesia berupaya mengatur hingga skala-skala kecil seperti tempat tinggal contohnya, tetapi lupa bahwa sekadar membuat rusunawa agar mudah untuk dilakukan pemantauan bukan suatu kebijakan yang ideal. Masyarakat butuh ruang untuk bersosialisasi, mengembangkan diri, dan lain-lain. Kampung susun sebagai perwujudan kampung kota berbeda dengan rusunawa baik dari segi pendanaan, pendekatan, dan lain-lain. Kampung susun maupun kampung kota itu sendiri memiliki keunikan dan kelebihan, baik dari segi keterjangkauan dengan lokasi di sekitarnya, biaya perjalanan, kohesi sosial, dinamika perekonomian, hingga SDM dan keterampilan yang dimiliki.
Topik yang dibawakan dalam kuliah tamu ini selaras dengan beberapa SDGs (Sustainable Development Goals) di antaranya SDG 8 (Decent Work and Economic Growth), SDG 10 (Reduced Inequalities), SDG 11 (Sustaniable Cities and Communities), dan SDG 17 (Partnerships for the Goals).
Poin pentingnya adalah, masyarakat harus diberdayakan. Pembangunan dan perencanaan harus berkeadilan, tidak hanya sekadar memutuskan hitam dan putih, salah dan benar, tetapi melihat konteks yang lebih dalam dan luas. Perencanaan perlu melihat pada arah yang lebih jauh ke masa depan.
Kuliah tamu ini mendapatkan sambutan yang hangat dan dipenuhi antusiasme dari peserta, baik mahasiswa Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota UGM maupun bagi peserta umum.