Fenomena “informal urbanism” lekat dengan perkembangan kota-kota di dunia. UN Habitat (2009) mencatat bahwa 32% dari penduduk perkotaan di dunia tinggal di permukiman liar, oleh karena itu fenomena ini tidak hanya menjadi salah satu masalah perkotaan tetapi juga merupakan tantangan bagi perencanaan kota.
Pada hari Kamis (15/2), Program Studi S2 Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) dan Program S1 Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik mengundang Prof. Alison Brown untuk memberikan kuliah umum dengan topik “Informal Urbanism”. Beliau adalah seorang Profesor di Cardiff University (UK) yang juga merupakan perencana kota dengan pengalaman professional di negara-negara maju maupun berkembang, baik dalam konsultasi maupun penelitian. Bidang keahlian penelitiannya mencakup praktik perencanaan internasional, ekonomi informal perkotaan, inklusi sosial, perdagangan China-Afrika, ruang publik dan hak atas kota.
Prof. Alison Brown mendefinisikan terminologi “informal” secara sederhana sebagai hal yang berada di luar perlindungan hukum maupun sistem. Pembangunan yang terjadi secara informal merupakan pembangunan tanpa perencanaan sehingga membutuhkan penanganan atau manajemen yang berbeda. Pada suatu permukiman informal terdapat berbagai macam aktivitas yang saling mendukung untuk memenuhi kebutuhan dasar. Aktivitas-aktivitas tersebut antara lain teknologi, transportasi, properti, pekerjaan rumahan, penyediaan pangan, konstruksi, manufaktur, dan lain-lain. Masyarakat melakukan proses sosial untuk mendapatkan akses terhadap fasilitas-fasilitas untuk memenuhi kebutuhan sehingga lahirlah solidaritas yang kuat dalam komunitas tersebut.
Dalam merencanakan peningkatan (upgrading) pada permukiman informal, asset dan potensi harus dipertimbangkan untuk memastikan bahwa hal ini akan membawa dampak positif pada penghidupan (livelihood) mereka, yang sebagian besar adalah warga miskin. Pada komunitas ini, modal sosial sama pentingnya dengan modal finansial dalam mendukung kehidupan, sehingga solidaritas menjadi kunci utama dalam pengembangan perekonomian dan meningkatkan penghidupan. Kurangnya perlindungan hukum pada permukiman dan kegiatan informal adalah salah satu hambatan dalam perencanaan pengembangannya. Oleh karena itu diperlukan organisasi yang dapat membawa aspirasi masyarakat dalam pengambilan keputusan di pemerintahan.
Sesi tanya-jawab menjadi forum diskusi yang interaktif pada kuliah umum ini. Beberapa pertanyaan mengarah pada solusi yang ideal dalam mengatasi permasalahan “informal urbanism” yang terjadi dengan contoh-contoh kasus di Indonesia. Prof. Alison Brown berpendapat bahwa solusi untuk permasalahan lokal diselesaikan dengan solusi lokal secara spesifik dan terlokalisasi melalui negosiasi.
“Planning is consensus building”
Menjelang kuliah umum berakhir, Prof. Alison Brown mengajak para hadirin terlibat dalam diskusi menarik mengenai “Kota yang Ideal”. Dari perspektif mahasiswa PWK, kota yang bersih, tertata dan indah merupakan gambaran kota yang ideal. Namun, selain hal tersebut diatas, Prof. Alison Brown menambahkan bahwa ada beberapa hal yang lebih penting, antara lain: rasa kepemilikan warga terhadap kotanya, keamanan, dan identitas (heritage).
Konsep Kampung merupakan salah satu peninggalan budaya yang masih bertahan dalam perkembangan kota – kota di Indonesia. Keberadaan kampung menjadi wujud proteksi terhadap warga kota berada pada posisi yang rentan, kalah, dan terpinggirkan. Di masa depan, perencana di Indonesia diharapkan mampu melahirkan inovasi-inovasi pengembangan konsep kampung.
Kuliah umum ditutup dengan memberikan kenang-kenangan kepada Prof. Alison Brown oleh Prof. Bakti Setiawan.
(AH)
Reference:
UN-Habitat (2009) Planning Sustainable Cities: Global Report on Human Settlements (London, Earthscan).