Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74! Dari kami para perencana wilayah dan kota UGM.
17 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Di hari itu, hasil dari seluruh ide, gagasan, dan kebulatan tekad para tokoh perjuangan menjadikan Indonesia mampu berdiri dan memproklamasikan kemerdekaannya. Setiap tahun kita memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia. Setiap tahun pula kita diingatkan tentang cerita-cerita kepahlawanan dan perjuangan dalam merebut kemerdekaan. Namun bagaimana peran kota serta tempat-tempat di dalamnya dalam kemerdekaan Indonesia. Dalam artikel special HUT RI ini, kami akan membawa Anda kembali pada tahun 1945 untuk melihat kembali kota dan tempat-tempat di dalamnya yang menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan. Kemudian, di akhir artikel ini, kami akan membawa Anda melihat kondisi tempat-tempat bersejarah tersebut pada hari ini.
Pasti Anda tidak asing lagi dengan Kota Rengasdengklok yang berada di sebelah timur dan berjarak sekitar 75 km dari pusat Kota Jakarta. Kota kecil yang dilalui oleh sungai Citarum ini dulunya merupakan bagian dari wilayah Karesidenan Purwakarta, saat ini menjadi salah satu Kecamatan di Kabupaten Karawang, Provinsi Jawa Barat. Dilihat dari morfologi kotanya saat ini, karakter organik dimiliki oleh kota ini layaknya kota-kota di Indonesia pada umumnya. Namun, jika dilihat lebih cermat, terdapat stuktur jaringan jalan yang memberikan karakter yang kuat pada morfologi kota ini, yakni jalan setengah lingkaran yang membentang dari selatan-timur-utara-hingga barat. Sungai Citarum pun juga berkontribusi pada perkembangan kota ini yang cenderung mengikuti pola daerah aliran sungai.
Kembali lagi ke drama penculikan Soekarno-Hatta, dengan menggunakan sebuah mobil, Soekarni, Wikana, Aidit, dan Chaerul Saleh dari perkumpulan Menteng 31, mengangkut Soekarno dan Hatta ke Kota Rengasdengklok. Di Rengasdengklok, Soekarno yang awalnya dibawa ke asrama Tentara Sukarela Pembela Tanah Air (PETA), namun untuk menghindari penumpukan massa yang dapat memunculkan kecurigaan tentara Jepang, mereka dibawa ke rumah seorang petani tiongkok bernama Djiaw Kie Siong. Rumah ini berada di Dusun Bojong dan dipilih karena lokasinya yang dekat dengan aliran sungai, memiliki ruang yang luas, dan juga dekat dengan markas PETA. Rumah bergaya khas Indonesia itu menjadi saksi penyusunan draf teks proklamasi oleh Soekarno.
Kemudian Ahmad Subarjo menyusul Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok untuk memberikan jaminan dan meyakinkan golongan muda bahwa kemerdekaan akan segera diproklamasikan. Sehingga pemuda PETA memperbolehkan Ahmad Subarjo untuk menjemput Soekarno-Hatta kembali ke Jakarta. Sekembalinya dari Rengasdengklok, Soekarno-Hatta kemudian menuju ke rumah seorang Jepang, Laksamana Tadashi Maeda, yang kemudian digunakan sebagai tempat untuk melanjutkan perumusan naskah proklamasi sehari sebelum kemerdekaan. Rumah tersebut berada di Jalan Meiji Dori No.1 (sekarang Jalan Imam Bonjol Nomor 1) Jakarta Pusat. Rumah tersebut dipilih karena Laksamada Tadashi Maeda merupakan seorang panglima penghubung angkatan laut di wilayah darat sehingga rumah tersebut mempunyai kekebalan diplomatik. Setelah naskah disepakati, Sayuti Melik pun mengetik naskah tersebut.
Keesokan harinya, pada pukul 10.00 pagi tanggal 17 Agustus 1945 naskah proklamasi yang telah selesai tersusun dibacakan oleh Soekarno dalam upacara yang sederhana di halaman rumahnya di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Pemilihan lokasi pembacaan teks proklamasi dipilih di halaman rumah Soekarno dikarenakan pihak Jepang sudah mengetahui bahwa proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada dan apabila tetap diproklamasikan di Lapangan Ikada dikhawatirkan nantinya akan dihentikan oleh tentara Jepang.
Dari cerita di atas, sebuh refleksi pun muncul, yakni betapa strategisnya peran suatu tempat dan ruang bagi perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia. Dari seluruh tempat yang ada, rumah merupakan lokasi strategis yang dipilih oleh para pejuang untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Para pejuang tidak memilih tempat lain, seperti lapangan terbuka, perguruan tinggi, maupun kantor radio, karena rumah merupakan tempat yang privat dan jauh dari hiruk pikuk kegiatan warga kota. Sehingga para pejuang dapat berkumpul dan mempersiapkan kemerdekaan tanpa harus terlalu khawatir dicurigai oleh Jepang.
Bicara tentang rumah, lokasi rumah Soekarno yang menjadi saksi dikumandangkannya proklamasi tersebtu sudah lama dirobohkan atas perintah Soekarno yang alasannya masih dipertanyakan hingga saat ini. Atas perintah Soekarno pula, pada tanah bekas rumah tersebut dibangun sebuah Tugu Petir. Kawasan pekarangannya saat ini menjadi sebuah area terbuka dengan patung Soekarno-Hatta dan taman yang dinamakan Taman Proklamator. Hal in menjadi salah satu bentuk regenerasi kota yang menyangkut sejarah bangsa Indonesia.
Dari sudut pandang seorang perencana, dlihat dari nilai-nilai sejarah, regenerasi tersebut sangat disayangkan karena menurunkan nilai-nilai sejarah tempat suatu kota. Generasi-generasi saat ini dan selanjutnya hanya akan melihat rumah yang menjadi tempat didengungkannya proklamasi tersebut melalui foto. Namun dilihat dari nilai-nilai sosial dan lingkungan, regenerasi tersebut telah menyumbang presentase ruang terbuka (hijau dan non hijau) di Kota Jakarta, tempat interaksi warga kota, dan menambah landmark Kota Jakarta.
Melalui artikel ini, semoga wawasan kita semakin meluas, bahwa terdapat peran penting ruang dan tempat dalam sebuah kota yang berkontribusi untuk kemerdekaan Indonesia. Melalui pembelajaran sejarah tersebut, kita sebagai seorang perencana seharusnya dapat lebih bijak dalam merencanakan kota-kota di Indonesia agar kota-kota tersebut tidak kehilangan nilai-nilai sejarahnya. Sejarah menjadi salah satu aspek penting yang harus dilihat oleh seorang perencana sebagai bahan dalam merencanakan suatu kota. Aspek-aspek sejarah yang dapat kita lihat bersama dari cerita persiapan kemerdekaan di atas meliputi lokasi rumah Djiaw Kie Siong, rumah Laksamana Maeda, rumah Soekarno, serta regenerasi rumah Soekarno menjadi monumen atau taman. Sudah saatnya para perencana menjadi lebih bijak untuk merencanakan kota sesuai dengan sejarah penting kota tersebut. Toh nantinya apa yang kita rencanakan saat ini juga akan menjadi sejarah yang dapat diambil pelajarannya kelak, bukan? Merdeka!