Yogyakarta, 10 November 2025 – Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (PWK UGM) menyelenggarakan kuliah tamu dalam rangkaian Mata Kuliah Pilihan (MKP) Media dan Perencanaan. Bertempat di Ruang K2, Lantai 2, DTAP Fakultas Teknik UGM, acara ini mengangkat tema “Eksplorasi Media sebagai Medium Diskursus dan Kritik Fenomena Perencanaan”. Kuliah tamu ini menghadirkan Mashita Phitaloka Fandia Purwaningtyas, SIP, MA, dosen dari Departemen Ilmu Komunikasi, FISIPOL UGM.
Dalam pemaparannya, Mashita mengajak mahasiswa untuk memahami bahwa media bukan sekadar alat penyampai pesan, melainkan sebuah arena atau situs pertarungan wacana. Mengutip Jim Morrison, beliau menekankan premis dasar bahwa “Whoever controls the media, controls the mind”. Media memiliki kekuatan membentuk persepsi publik melalui mekanisme agenda setting (menentukan isu apa yang penting) dan framing (menentukan cara pandang terhadap isu tersebut).
Representasi Kota dalam Budaya Populer
Salah satu bahasan menarik dalam kuliah ini adalah bagaimana isu perencanaan kota direpresentasikan dalam produk budaya populer dan fiksi. Mashita menjelaskan bahwa pesan-pesan subliminal dalam film atau karya fiksi lambat laun membentuk kepercayaan umum (salient belief) di masyarakat mengenai wajah kota.
Beberapa studi kasus yang dibedah antara lain:
- Film Parasite (2019): Menggambarkan segregasi spasial kaya-miskin yang kontras di Seoul, serta kerentanan masyarakat kelas bawah terhadap bencana banjir.
- Film City of God (2002): Menyoroti isu permukiman kumuh (favela), kriminalitas struktural, dan jebakan kemiskinan akibat lingkungan sosial yang keras.
- Isu IKN (Ibu Kota Nusantara): Membandingkan dua framing berbeda antara video humas resmi pemerintah dengan editorial kritis media massa, memperlihatkan bagaimana satu objek perencanaan bisa dimaknai secara bertolak belakang.
Semiotika dan Analisis Wacana bagi Perencana
Untuk membongkar makna di balik tayangan media, narasumber memperkenalkan pendekatan Semiotika dan Analisis Wacana. Mahasiswa diajak memahami konsep Signifier (penanda fisik) dan Signified (konsep mental) untuk membaca simbol-simbol perkotaan. Lebih jauh, Analisis Wacana Kritis (Critical Discourse Analysis) diperkenalkan sebagai pisau bedah untuk melihat relasi kuasa: siapa yang berbicara, kepentingan apa yang dibawa, dan kelompok mana yang dipinggirkan atau disembunyikan suaranya dalam narasi pembangunan kota.
Kuliah tamu ini ditutup dengan diskusi reflektif mengenai pentingnya bagi calon perencana kota untuk peka terhadap politik representasi. Mahasiswa didorong untuk mempertanyakan apakah media telah memberikan ruang aman bagi kelompok marjinal, atau justru melanggengkan stereotip dan eksklusi sosial dalam wacana perkotaan
Kuliah tamu ini sejalan dengan beberapa Sustainable Development Goals, di antaranya:
- SDG 11: Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities)
- SDG 10: Berkurangnya Kesenjangan (Reduced Inequalities)
- SDG 5: Kesetaraan Gender (Gender Equality)
- SDG 16: Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Tangguh
SDG 1: Tanpa Kemiskinan (No Poverty)