Universitas Gadjah Mada Urban and Regional Planning
Universitas Gadjah Mada
  • Home
  • About URP
    • URP History
    • Vision, Mission, and Target
    • Structural Organization
    • Program Specification
    • Lecturers and Staff
      • Lecturers
      • Staff
    • Accreditations
    • Contact Us
  • Academic
    • Overview
    • Curriculum
    • Syllabus
      • Compulsory Courses
      • Elective Courses
      • Kerja Praktik
      • Comprehensive Test
    • Student Assessment
    • Final Project
    • E-Learning Portal
    • International Undergraduate Program
  • Student
    • Student Facts
    • Student Activities
    • Student Achievements
    • Student Organization
    • PKM (Students’ Creativity Program)
    • Scholarship and Exchange
  • Facilities
    • Classroom
    • Studio
    • Library
    • Computer Lab
    • Administration
    • Photocopy and Printing
    • Food Cafetaria
    • Common Lounge
    • Students’ Association Building
    • Publishing Unit
    • Healthcare Unit
    • Parking Lot
  • Research
    • Research Agenda
    • Research Works and Publications
  • Alumni
    •  Alumni Profile
    • Alumni Tracer Study
    • Certificate of Accreditation
  • Labs
    • Spatial Planning Laboratory
  • Beranda
  • SDGs
  • SDG 9: Industri
Arsip:

SDG 9: Industri

Sidang Tugas Akhir Terbuka “Riset untuk Jogja

NewsSDG 11: Kota dan Pemukiman yang BerkelanjutanSDG 12: Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung JawabSDG 13: Penanganan Perubahan IklimSDG 15: Ekosistem DaratanSDG 17: Kemitraan untuk Mencapai TujuanSDG 4: Pendidikan BerkualitasSDG 7: Energi Bersih dan TerjangkauSDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan EkonomiSDG 9: Industri Wednesday, 3 September 2025

Yogyakarta, 29 Agustus 2025 – Program Studi Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota pada Jumat, 29 Agustus 2025 lalu menggelar sidang tugas akhir salah dua mahasiswa SPWK UGM secara terbuka dengan mengundang khalayak umum untuk secara bersama-sama dapat menyaksikan diseminasi hasil dua judul penelitian tugas akhir mahasiswa yang menjadikan Kota Yogyakarta sebagai fokus dan lokus penelitian tersebut.

Tajuk “Riset untuk Jogja” dimaknai sebagai wujud kontribusi PWK UGM untuk menghasilkan pengetahuan dan wawasan hingga memberikan rekomendasi terhadap kemajuan perkembangan dan pembangunan Kota Yogyakarta.

Sidang tugas akhir terbuka ini dilaksanakan secara bauran, terbuka untuk umum yang dapat diikuti secara daring via Zoom Meeting.

Sidang terbuka ini terdiri atas dua sesi dengan judul dan topik penelitian yang berbeda. Penelitian tugas akhir ini dibimbing oleh Dr. Eng. Ir. Muhammad Sani Roychansyah, S.T., M.Eng. Sidang terbuka ini menjadi istimewa sebab selain mengundang Prof. Ir. Bambang Hari Wibisono, MUP., M.Sc., Ph.D., yang merupakan Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota UGM, juga mendatangkan Dr. Danang Yulisaksono, S.T., M.T., Kepala Bidang Riset Inovasi Daerah dan Pengendalian BAPPEDA Kota Yogyakarta sebagai penguji.

Perlindungan Kawasan Cagar Budaya Sumbu Filosofi Yogyakarta Terhadap Perubahan Iklim dengan Pendekatan Low Emission Zone

Sesi pertama pada pukul 08.00 – 10.00 WIB, dimulai dengan yakni sidang tugas akhir Olivia Muthia Hanicka Dhiya Ul-Haq yang membawakan penelitian berjudul “Perlindungan Kawasan Cagar Budaya Sumbu Filosofi Yogyakarta Terhadap Perubahan Iklim dengan Pendekatan Low Emission Zone“.

Olivia atau yang akrab disapa dengan oliv memaparkan latar belakang dari penelitiannya. Perubahan iklim merupakan tantangan global yang berdampak pada berbagai aspek kehidupan, termasuk pada pelestarian warisan budaya. Dalam konteks ini, perlindungan kawasan cagar budaya menjadi vital, bukan hanya karena nilainya secara historis dan identitas kota, tetapi juga karena kerentanannya terhadap tekanan lingkungan, seperti polusi udara, kenaikan suhu, dan  intensitas aktivitas manusia. 

Indonesia telah menegaskan komitmennya melalui Undang-Undang No. 16 Tahun 2016 tentang Pengesahan Paris Agreement, yang menjadi dasar upaya nasional mencapai target Net Zero Emission pada tahun 2060. Komitmen ini juga tercermin di tingkat daerah, salah satunya melalui Pergub DIY No. 2 Tahun 2024 yang mengatur pengelolaan Sumbu Filosofi Yogyakarta dengan menekankan pengurangan tekanan lingkungan, terutama kemacetan dan polusi udara sebagai bagian dari upaya menjaga nilai universal kawasan yang diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Dunia.

Sumbu Filosofi bukan hanya representasi nilai budaya dan filosofi kota Yogyakarta, melainkan juga ruang hidup yang sensitif terhadap perubahan dan tekanan aktivitas perkotaan. Penelitian ini merangkai bagaimana intervensi mobilitas kawasan dapat berfungsi ganda: melindungi kawasan cagar budaya sekaligus mendukung target Net Zero Emission 2060. Pendekatan Low Emission Zone (LEZ) dieksplorasi sebagai instrumen kebijakan yang mampu mengurangi emisi sekaligus melindungi nilai-nilai budaya yang terkandung dalam Sumbu Filosofi.

Oliv dalam melakukan penelitiannya menggunakan integrasi metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Weighted Overlay menggunakan aplikasi GIS, penelitian ini mengidentifikasi lima alternatif kawasan potensial penerapan LEZ dalam berbagai skala, mulai dari neighborhood hingga city-wide. Yang kemudian dari 5 alternatif menghasilkan 3 skenario prioritas, yaitu Malioboro Zero Emission Zone, Sumbu Filosofi Protection Zone, dan Tugu–Kraton Parking Control Zone.

Melalui penelitian ini, penerapan kebijakan Low Emission Zone tidak hanya dipahami sebagai pembatasan kendaraan, tetapi sebagai upaya transisi menuju sistem transportasi yang lebih berkelanjutan, mendorong penggunaan transportasi publik, memprioritaskan pejalan kaki dan pesepeda, menghidupkan kembali transportasi non-motor tradisional seperti becak dan delman, serta mempercepat elektrifikasi kendaraan.

 

Dengan demikian, Low Emission Zone bukanlah upaya membatasi pergerakan, melainkan mentransisikan kota menuju mobilitas yang lebih bersih, sehat, dan terhubung. Pendekatan yang adaptif dan terintegrasi menjadi kunci agar kebijakan ini dapat diterapkan secara berkelanjutan, saling melengkapi antara skenario, regulasi, dan sarana pendukungnya.

Oliv berharap hasil penelitian ini dapat menjadi pendukung strategi untuk memperkuat sinergi antara pelestarian budaya dan keberlanjutan lingkungan, menjadikan Yogyakarta sebagai contoh kota yang tidak hanya menjaga warisan sejarahnya, tetapi juga berkomitmen pada masa depan yang rendah emisi.

 

Kesiapan Kota Yogyakarta Sebagai Eventful City

Sesi kedua pada pukul 10.00 – 12.00 WIB dilanjutkan oleh penelitian kedua yang dibawakan oleh Raissa Ludmila Bagja berjudul “Kesiapan Kota Yogyakarta Sebagai Eventful City“.

Raissa menyampaikan bahwa seperti yang kita ketahui sebagai kota seni dan kota budaya, Yogyakarta tidak pernah kehabisan perayaan. Dari tradisi turun temurun seperti grebeg hingga yang sifatnya kontemporer seperti festival film, semuanya telah eksis berdampingan dan berkontribusi dalam menciptakan kehidupan kota yang meriah. Di awal tahun 2024, Pemerintah Kota Yogyakarta mencanangkan agenda rebranding kota dengan tagline “City of Festivals” atau Kota Festival. Dari situ, ia kemudian tertarik untuk meneliti lebih jauh, utamanya dengan menggunakan kacamata ke-PWK-an. Dalam penelitian ini digunakan konsep “Eventful City” (Richards & Palmer, 2010), yaitu pendekatan yang melihat penyelenggaraan event sebagai alat untuk pengembangan kota, baik secara ekonomi, sosial, maupun kultural. Melalui kerangka ini, Raissa mencoba memetakan kesiapan Yogyakarta dalam memanfaatkan event sebagai motor pembangunan kota.

Raissa melakukan penelitian ini dengan menyebarkan kuesioner kepada dua kelompok utama, yaitu pelaku event dan masyarakat umum, untuk menjaring persepsi mereka tentang penyelenggaraan event di Yogyakarta. Hasil kuesioner ini kemudian dianalisis untuk mengukur tingkat kesiapan kota. Selain melalui kuesioner, penelitian juga diperdalam dengan wawancara terhadap sejumlah aktor kunci seperti perwakilan Dinas Pariwisata, Bappeda Kota, pelaku industri kreatif, serta organisasi Jogja Festivals yang berperan aktif dalam ekosistem event di Kota Yogyakarta. Melalui serangkaian analisis yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa Kota Yogyakarta menunjukkan posisi siap dalam kerangka eventful city. Namun, karena proses pengembangannya masih berada di tahap awal, menurut Raissa fokus utama saat ini sebaiknya diarahkan pada aspek tata kelola event.

Pengembangan infrastruktur pendukung seperti venue, transportasi publik, dan sistem pengelolaan limbah perlu diintegrasikan ke dalam rencana tata ruang dan kebijakan pembangunan kota agar penyelenggaraan event dapat berlangsung secara berkelanjutan dan inklusif. Di sisi kelembagaan, pemerintah perlu berperan bukan hanya sebagai regulator, tetapi juga fasilitator yang menjamin tata kelola event berjalan dengan baik melalui penguatan kapasitas sumber daya manusia, koordinasi antar instansi, serta kemitraan dengan komunitas dan sektor swasta. Dengan demikian, strategi pengembangan ekosistem event dapat berkontribusi pada pembentukan citra Yogyakarta sebagai City of Festival, memperkuat ekonomi kreatif lokal, serta menjadikan perencanaan kota lebih adaptif terhadap dinamika budaya dan sosial masyarakatnya.

Raissa menyampaikan refleksi dan komentar kritisnya bahwa Kota Yogyakarta memiliki begitu banyak kekuatan dan potensi dalam penyelenggaraan event utamanya dari komunitas yang tumbuh erat di balik terselenggaranya berbagai event meriah setiap tahunnya. Ke depan, event dan festival berpotensi menjadi faktor pendorong penting dalam pengembangan kota dari berbagai aspek. Pemerintah memegang peran besar untuk memastikan hal-hal tersebut dapat terwujud. Kota Yogyakarta dapat menjadi pelopor bagi kota-kota lain di Indonesia dalam mewujudkan konsep eventful city, menjadikan event sebagai kekuatan penggerak pembangunan yang berkelanjutan.

Kebermanfaatan untuk Jogja

Model ujian ini disambut dengan baik oleh para penguji dan pihak-pihak yang berpartisipasi. Diskusi terkait topik yang diangkat menjadi sangat menarik. Temuan-temuan penelitian tidak hanya menjadi wacana saja tetapi melalui kegiatan ini dapat menjadi masukan alternatif bagi pemerintah kota dalam upaya perencanaan dan pembangunan. Sidang terbuka ini sekaligus menjadi ruang kolaborasi antara dunia akademik dan kebijakan.

Sidang tugas akhir terbuka ini relevan dengan beberapa SDGs di antaranya SDG 4 (Quality Education), SDG 7 (Affordable and Clean Energy), SDG 8 (Decent Work and Economic Growth), SDG 9 (Industry, Innovation, and Infrastructure), SDG 10 (Reduced Inequalities), SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), SDG 12 (Responsible Consumption and Production), SDG 13 (Climate Action), SDG 15 (Life on Land), dan SDG 17 (Partnership for The Goals).

 

After Report Kuliah Perdana “Peran Teknologi Informasi dalam Peningkatan Efektivitas Penataan Ruang”

NewsSDG 10: Berkurangnya KesenjanganSDG 11: Kota dan Pemukiman yang BerkelanjutanSDG 15: Ekosistem DaratanSDG 17: Kemitraan untuk Mencapai TujuanSDG 4: Pendidikan BerkualitasSDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan EkonomiSDG 9: Industri Tuesday, 19 August 2025

Yogyakarta, 19 Agustus 2025 – Program Studi Sarjana, Magister, dan Doktor Perencanaan Wilayah dan Kota UGM menyambut tahun ajaran baru 2025/2026 dengan menggelar kuliah perdana yang mengusung tema “Peran Teknologi Informasi dalam Peningkatan Efektivitas Penataan Ruang”.

Kuliah perdana dilaksanakan secara luring, di Auditorium Gedung SGLC (Smart Green Learning Center), Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada. Kuliah perdana dihadiri oleh Dosen dan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota baik jenjang sarjana, magister, maupun doktor, terutama para mahasiswa baru.

Kuliah Perdana ini menghadirkan langsung Dr. Ir. Suyus Windayana, M.App.Sc., Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN sebagai narasumber. Kuliah perdana ini dipandu oleh Dr. Tri Mulyani Sunarharum, S.T., IPU., dan dimoderatori oleh Prof. Ir. Bhakti Setiawan, M.A., Ph.D., Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Gadjah Mada sekaligus membuka kegiatan.

Bhakti Setiawan menyampaikan bahwa kuliah perdana yang dilaksanakan tidak hanya untuk menyambut tahun ajaran baru, tetapi untuk memberikan pemahaman awal bagi para mahasiswa mengenai betapa pentingnya peran tata ruang dalam pembangunan.

Dalam paparannya, Suyus menyampaikan mengenai dinamika teknologi informasi yang kian berkembang secara cepat seiring dengan perkembangan zaman. Tata ruang menjadi salah satu sektor yang juga mengalami dinamika tersebut.

Pemerintah khususnya melalui Direktorat Jenderal Tata Ruang dengan bekerja sama dengan berbagai pihak terkait berupaya memanfaatkan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju untuk meningkatkan efektivitas penataan ruang.

Perkembangan teknologi ini tentunya membutuhkan sumber daya manusia dan keterampilan, Suyus menyampaikan bahwa mahasiswa lah sebagai generasi muda dan generasi yang melek teknologi berperan penting sebagai penggerak utama untuk mewujudkan tata ruang yang efektif tidak hanya dalam prosesnya, tetapi mampu menyelesaikan permasalahan, serta dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Tidak hanya paparan, dibuka kesempatan pada mahasiswa untuk dapat berdikusi dan mengajukan pertanyaan.

Kuliah perdana yang disampaikan oleh Dr. Ir. Suyus Windayana, M.App.Sc., selaku Direktur Jenderal Tata Ruang, Kementerian ATR/BPN, berkaitan dengan beberapa SDGs (Sustainable Development Goals), di antaranya adalah SDG 4 (Quality Education), SDG 8 (Decent Work and Economic Growth), SDG 9 (Industry, Innovation, and Technology), SDG 10 (Reduced Inequalities), SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), SDG 15 (Life on Land), dan SDG 17 (Partnership for The Goals).

After Report Kuliah Tamu “Prinsip dan Implementasi Kota Tangguh dalam Perkembangan Kontemporer Kota melalui Perspektif Global”

NewsSDG 11: Kota dan Pemukiman yang BerkelanjutanSDG 13: Penanganan Perubahan IklimSDG 15: Ekosistem DaratanSDG 7: Energi Bersih dan TerjangkauSDG 9: IndustriSDGs Friday, 30 May 2025

Yogyakarta, 30 Mei 2025 – Program Studi Sarjana PWK UGM hadir mengadakan agenda kuliah tamu pada 30 Mei 2025 dengan topik “Prinsip dan Implementasi Kota Tangguh dalam Perkembangan Kontemporer Kota melalui Perspektif Global”. Kuliah tamu dilaksanakan secara daring dan terbuka untuk masyarakat umum.

Kuliah tamu kali ini mengundang Nini Purwajati, Programs Lead and Head of Asia Pacific Engagement, Resilient Cities Network, sebagai narasumber untuk membagian pengetahuan dan pengalamannya terkait konsep Resilient City.

Nini Purwajati mengawali kuliah tamu dengan membahas konsep serta implementasi ketahanan perkotaan dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim, urbanisasi, dan krisis sosial-ekonomi.

Nini Purwajati menjelaskan keberadaan Kerangka Ketahanan Kota (City Resilience Framework) sebagai alat analisis dan memperkuat kapasitas dan adaptasi suatu kota. Keterkaitan antar sistem di kota seperti energi, air, transportasi, dan ruang hijau serta bagaimana kerentanan dalam setiap aspek yang kemudian saling memengaruhi menjadi penting untuk dianalisis.

Berdasarkan hasil studi kasus di Kota Yogyakarta, Kota Yogyakarta memiliki tekanan yang tinggi dan guncangan akut yang memperburuk kerentanan kota, seperti gempa bumi, banjir, dan Covid-19. Dengan demikian, diperlukan adanya solusi yang terintegrasi seperti pertanian perkotaan, penguatan kelembagaan lokal, dan strategi pemulihan pasca bencana.

Narasumber menekankan pada pentingnya data dan informasi, koordinasi lintas sektor, serta partisipasi masyarakat dan pemerintah daerah dalam perencanaan kota yang tangguh. Selain itu, keanekaragaman hayati perkotaan juga menjadi bagian penting dari strategi ketahanan perkotaan dalam jangka panjang.

Contoh implementasi integrasi sistem-sistem di perkotaan adalah pengelolaan limbah perkotaan dan ketangguhan kota di Semarang dan Bandar Lampung, hingga Rencana Hijau di Singapura sebagai bentuk strategi inisiatif keanekaragaman hayati perkotaan.

Topik kuliah tamu ini selaras dengan 5 tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) yaitu SDG 7 (Affordable and Clean Energy), SDG 9 (Industry, Innovation, And Infrastucture), SDG 11 (Sustainable Cities and Communities), SDG 13 (Climate Action), dan SDG 15 (Life on Land).

After Report Kuliah Tamu “Youth Migration and Its Implication for Regional Development”

NewsSDG 10: Berkurangnya KesenjanganSDG 11: Kota dan Pemukiman yang BerkelanjutanSDG 4: Pendidikan BerkualitasSDG 5: Kesetaraan GenderSDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan EkonomiSDG 9: Industri Monday, 19 May 2025

Yogyakarta, 15 Mei 2025 – Kuliah tamu terbuka untuk umum yang diadakan oleh Program Studi Sarjana PWK UGM hadir kembali pada Kamis 15 Mei 2025 dengan judul “Youth Migration and Its Implication for Regional Development”. Kuliah ini mengundang Meirina Ayumi Malamassam, Ph.D, seorang peneliti di Pusat Riset Kependudukan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Kuliah tamu dibuka oleh Sri Tuntung Pandangwati, ST., MUP. selaku dosen pengampu mata kuliah Teori Kependudukan dan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber.

Pemaparan dibuka dengan penjelasan mengenai istilah-istilah penting dalam migrasi, baik pengertian, faktor pendorong, kategori usia, hingga latar belakang pendidikan. Faktor ekonomi menjadi faktor utama yang menggerakan terjadinya migrasi. Dalam konteks ini, penduduk usia muda menjadi bagian penting dan kritis dalam arus migrasi. Mereka bermigrasi karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi, masuk ke pasar tenaga kerja, dan pembentukan keluarga. Berdasarkan riset yang dilakukan, semakin tinggi tingkat pendidikan keinginan untuk migrasi juga semakin tinggi.

Human capital menjadi aspek yang sangat penting dalam migrasi, baik untuk lokasi destinasi maupun asal migrasi. Terdapat hubungan antara pendidikan dan migrasi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.Migrasi adalah mekanisme penting untuk akuisisi modal manusia, yaitu pelengkap investasi modal manusia dalam pendidikan vs alternatif investasi modal manusia melalui akses ke peluang ekonomi. Upaya peningkatan pengembangan modal manusia perlu mempertimbangkan perbedaan kondisi wilayah-wilayah di dalam negara dalam dinamika populasi dan profil wilayah (perbedaan karakteristik, kondisi ekonomi, SDM, dsb)

Selain itu, ada beberapa pola-pola migrasi, di antaranya migrasi pendidikan tinggi yang dimulai karena kelanjutan pendidikan dan terjadi perpindahan pada masa dewasa muda (1), pendidikan pasca migrasi meningkatkan keinginan untuk migrasi berulang (2), dan migrasi oleh kelompok berpendidikan rendah (biasanya dari daerah yang kurang urban ke kota) dan cenderung permanen serta modal sosial di sini memainkan peran yang sangat penting (3).

Pemerintah selaku pemangku kebijakan perlu mempertimbangkan arus migrasi secara serius. Bagaimana upaya untuk memanfaatkan arus migrasi secara positif, meminimalkan dampak-dampak negatif, memfasilitasi migrasi yang dilakukan agar tepat sasaran dan terencana sehingga dapat memberikan manfaat bagi daerah asal maupun tujuan migrasi dan tidak membawa masalah baru. Salah satu yang menarik adalah bagaimana mempertahankan masyarakat migran di daerah rural yang dapat membawa dampak positif berupa kemajuan pembangunan daerah rural atau pedesaan dan peningkatan modal manusia.

Topik kuliah tamu ini selaras dengan 6 tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) yaitu SDG 4 (Quality Education), SDG 5 (Gender Equality), SDG 8 (Decent Work and Economic Growth), SDG 9 (Industry, Innovation, and Infrastructyre), SDG 10 (Reduced Inequalities), dan SDG 11 (Sustainable Cities and Communities).

After Report Kuliah Tamu “Tantangan Inovasi dalam Pembangunan Ekonomi Kota Yogyakarta”

NewsSDG 1: Tanpa KemiskinanSDG 10: Berkurangnya KesenjanganSDG 11: Kota dan Pemukiman yang BerkelanjutanSDG 17: Kemitraan untuk Mencapai TujuanSDG 2: Tanpa KelaparanSDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan EkonomiSDG 9: Industri Friday, 16 May 2025

Yogyakarta, 15 Mei 2025 – Program Studi Sarjana PWK UGM berkolaborasi dengan Magister PWK UGM kembali mengadakan kuliah tamu secara daring pada Kamis, 15 Mei 2025 lalu yang berjudul “Tantangan Inovasi dalam Pembangunan Ekonomi Kota Yogyakarta”.

Kuliah tamu ini menghadirkan Agustin Wijayanti, S.Si., M.Ec.Dev., yang merupakan Kepala Bidang Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Yogyakarta. Kuliah tamu dimoderatori oleh Dr. Eng. Ir. Muhammad Sani Roychansyah, S.T., M.Eng., selaku dosen pengampu mata kuliah Ekonomi Kota. Kuliah ini diikuti oleh peserta mata kuliah Ekonomi Kota baik program sarjana maupun magister serta terbuka untuk masyarakat umum.

Kuliah dibuka dengan memperkenalkan bagaimana kkndisi perekonomian di Kota Yogyakarta. Kota Yogyakarta dalam struktur ekonomi didominasi oleh sektor komunikasi dan informatika sebagai penyumbang terbesar, tetapi sektor ini tidak tumbuh secara signifikan, sehingga sektor akomodasi dan makan minum menjadi tumpuan utama sumber pendapatan bagi Kota Yogyakarta.

Dari segi struktur APBD, belanja pegawai masih mendominasi. Hal ini mengindikasikan belanja pemerintah masih belum secara fokus diarahkan pada pembangunan infrastruktur maupun program pengentasan kemiskinan secara signifikan.

Di sisi lain, Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Yogyakarta didominasi dari pendapatan pajak daerah, terutama dari hotel dan restoran. Dapat disimpulkan dan ditegaskan kembali mengenai pentingnya sektor pariwisata dan jasa sebagai motor penggerak ekonomi Kota Yogyakarta.

Permasalahan yang dihadapi Kota Yogyakarta adalah dualisme pembangunan. Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi di sisi lain angka pengangguran juga tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat cukup tinggi, tetapi di sisi lain ketersediaan lapangan pekerjaan masih belum ideal.

Untuk mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang kondisi perekonomian yang dihadapi Kota Yogyakarta, terdapat strategi inovasi daerah yang dituangkan dalam strategi pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD), yaitu Kolaborasi Segoro Amarto (5K), yaitu kolaborasi Kampung, Kampus, Pemkot, Korporat, dan Komunitas untuk mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran di Kota Yogyakarta secara kolaboratif. Program dan forum TSLP (Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan) adalah salah satu implementasi dari strategi kolaboratif ini.

Tantangan inovasi perekonomian kota selaras dengan beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan (TPB/SDGs) di antaranya SDG 1 (No Poverty), SDG 2 (Zero Hunger), SDG 8 (Decent Work and Economic Growth), SDG 9 (Industry, Innovation and Infrastructure), SDG 10 (Reduced Inequalities), SDG 11 (Sustainable Cities and Communities, dan SDG 17 (Partnership for The Goals).

Fakta menarik lainnya adalah berbagai event yang dilaksanakan di Kota Yogyakarta membawa suatu daya dorong pada sektor lain, termasuk ekonomi dan berbagai bidang di dalamnya. Salah satunya adalah event ArtJog yang memberikan dampak ekonomi secara signifikan, contohnya meningkatkan length of stay (LoS) di Kota Yogyakartadan mendorong pertumbuhan ekonomi kreatif.

12

Recent Posts

  • Sidang Tugas Akhir Terbuka “Riset untuk Jogja
    September 3, 2025
  • Wisuda PWK UGM Periode Agustus 2025
    September 2, 2025
  • After Report Kuliah Perdana “Peran Teknologi Informasi dalam Peningkatan Efektivitas Penataan Ruang”
    August 19, 2025
  • Buku Panduan Akademik Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota Tahun 2025/2026
    August 4, 2025
  • Harmoni Pelestarian Budaya dan Hak Atas Ruang di DIY
    July 8, 2025
Universitas Gadjah Mada

Urban and Regional Planning

Universitas Gadjah Mada

Jl. Grafika no. 2, Kampus Fakultas Teknik UGM
Yogyakarta 55281
Telp. : +6274 580092
Fax : +6274 580854
Email: s1pwk@ugm.ac.id

© Universitas Gadjah Mada

KEBIJAKAN PRIVASI/PRIVACY POLICY