Selamat Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-74! Dari kami para perencana wilayah dan kota UGM.

17 Agustus 1945 merupakan hari bersejarah bagi seluruh rakyat Indonesia. Di hari itu, hasil dari seluruh ide, gagasan, dan kebulatan tekad para tokoh perjuangan menjadikan Indonesia mampu berdiri dan memproklamasikan kemerdekaannya. Setiap tahun kita memperingati HUT Kemerdekaan Indonesia. Setiap tahun pula kita diingatkan tentang cerita-cerita kepahlawanan dan perjuangan dalam merebut kemerdekaan. Namun bagaimana peran kota serta tempat-tempat di dalamnya dalam kemerdekaan Indonesia. Dalam artikel special HUT RI ini, kami akan membawa Anda kembali pada tahun 1945 untuk melihat kembali kota dan tempat-tempat di dalamnya yang menjadi saksi bisu perjuangan para pahlawan. Kemudian, di akhir artikel ini, kami akan membawa Anda melihat kondisi tempat-tempat bersejarah tersebut pada hari ini. read more

Pada Kamis (25/4), Dandhy Laksono, salah satu awak WatchDoc berbagi ilmu dan pengalaman dalam pembuatan film dokumenter yang mengangkat isu pembangunan.

Penggunaan film dokumenter sebagai media untuk mengangkat isu-isu pembangunan di Indonesia saat ini makin sering ditemukan. Selain karena visual yang ditawarkan, film cenderung tidak membosankan sehingga dapat menarik lebih banyak penonton dan harapannya pesan atau isu yang ingin diangkat dapat lebih mudah tersampaikan. Pendokumentasian masalah pembangunan melalui dokumenter juga menarik dan memiliki berbagai tantangan mulai dari proses perencanaan dan penemuan isu hingga pengambilan gambar. read more

Untuk memberikan saran bagi pengembangan program studi S1 Perencanaan Wilayah dan Kota UGM serta membantu proses penyusunan Akreditasi Internasional, dimohon kesediaanya untuk mengisi kuesioner melalui tautan/link: http://ugm.id/AlumniPWK atau QR Code terlampir.

Ditunggu partisipasinya sampai dengan tanggal 27 September 2018.

Terimakasih.

Salam hangat,
S1 PWK UGM

 

QR CODE:

 

 

 

 

 

 

Gentrification is an inescapable urban phenomenon. In these days, there are pros and cons regarding gentrification, whether it is good or bad?

In Monday (12/3), an Urban Heritage Strategies Expert, Remco Vermeulen, has explained about the phenomenon of gentrification. The public lecture was held in collaboration between Master of Urban and Regional Planning, Universitas Gadjah Mada and Institute for Housing and Urban Development Studies. Mr. Vermeulen has relevant working experience in the private and (semi-)public sector, mainly in the field of urban heritage, inner city revitalization and public-private partnerships. Currently, he is working as coordinator of the Visitor Programme Heritage of Dutch Culture, Center for International Cultural Cooperation in Amsterdam. On this occasion, he delivered a presentation and discussion on “Gentrification in Amsterdam”.

The term gentrification is commonly used to explain a process of socioeconomic change to a neighborhood when there is an influx of new, relatively wealthy residents, leading to the upgrading of the area and displacement of the lower-income incumbent residents (Moore, 2015). The form of gentrification may vary in different circumstances, such as classical, inner city, suburban, rural, new-build, commercial, super, tourism/beautification, etc. As introduction to this topic, Mr. Vermeulen played a video about gentrification phenomenon occurring in USA (video here).

Richard Florida in The Rise of the Creative Class (2002) presented the creative class hypothesis, that the cities can be benefited from the creative people move into the neighborhood instead of trying to incentivize firms to locate in their city. Thus, cities development guided to support new activities and crowds by enhance ‘people climate’, along with business climate. This “climate” attracts creative people such as artists, musicians and creative types to inhabit the city. As it grows, rent and real estate increases price, and the original inhabitants forced to move out because they are no longer able to afford the cost and seek for more affordable housing. Thereafter, Florida (2017) finds that later it resulted gentrification, as he defined as “new urban crisis”.

In order to recognize gentrification, we should examine the area by its 1) historical layers, 2) character or uniqueness, 3) challenges in the past and now, and 4) mapping. In the case of Amsterdam, Mr. Vermeulen started by identifying the significant development happened in the growth of the city, how the city is expanding. A video was played to show the changes occurred in Amsterdam historically. With its growing population, Amsterdam is also challenged with industrialization, modernization, accessibility, up-scaling and urban decay.

Mr. Vermeulen also requested the audience to discuss about gentrification issue in Indonesia context, remarkably in Yogyakarta. Led by Prof. Bakti Setiawan, the audience then listed the iconic moments occurred in the history of Yogyakarta, started from the Kingdom of Mataram was established, to the era of Dutch and Japan colonial, the era of independence until the present time. These historic events build the characteristics of Yogyakarta, both spatial and social context. Gentrification occurred in Yogyakarta is mostly resulted from the growing population, caused by the development of educational institutions as the generator. This issue also becomes a challenge for urban planning in Yogyakarta.

The effect of gentrification can be diverse in various perspectives; one could not conclude that the phenomenon is good or bad by considering from one-sided viewpoint. The assessment requires wide understanding of the issue by tracing the history of gentrification in the area. In future development, this phenomenon should be considered in planning process in order to build improved policy.

(AH)

Reference:

Russell David Moore (2015) Gentrification and displacement: The impacts of mass transit in Bangkok, Urban Policy and Research, 33:4, 472-489, DOI: 10.1080/08111146.2015.1028615

 

The “New Urban Agenda” (NUA) adalah hasil kesepakatan pada Habitat III Cities Conference di Quito, Ecuador pada bulan Oktober 2016, yang merupakan penegasan komitmen global dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Implementasi NUA mendukung tujuan dan sasaran serta pelaksanaan dan penerapan Sustainable Development Goals (SDGs). NUA mengakui adanya keragaman budaya dan dampak negatif perubahan iklim dalam pembangunan perkotaan yang berkelanjutan.

 

Implementasi NUA dalam pembangunan infrastruktur permukiman dipaparkan oleh Ir. Sri Hartoyo, Dipl.SE, ME (Dirjen Cipta Karya – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) pada kuliah tamu yang diselenggarakan oleh Program Studi S2 Magister Perencanaan Kota dan Daerah (MPKD) dan Program S1 Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK), Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik pada hari Sabtu (10/3).

Bapak Sri Hartoyo mengawali dengan memaparkan isu dan tantangan perkotaan di Indonesia, terkait dengan peningkatan penduduk dan ketidaksiapan kota-kota di Indonesia menghadapi urbanisasi yang menyebabkan tumbuhnya banyak permukiman kumuh yang disertai dengan peningkatan keterbatasan akses terhadap pelayanan dasar perkotaan. Oleh karena itu, implementasi NUA perlu diintegrasikan ke dalam kebijakan pengelolaan perkotaan dengan prinsip-prinsip pelaksanaan NUA antara lain: 1) tidak menelantarkan siapapun (no one left behind), 2) pembangunan ekonomi perkotaan yang inklusif dan berkelanjutan dan 3) memastikan keberlanjutan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

Penerapan NUA di Indonesia menekankan pada solusi permasalah kota dengan prinsip inklusif, partisipatif dan kolaboratif. Implementasi NUA dalam kebijakan pengelolaan perkotaan sebenarnya bukanlah hal yang baru, karena dalam merumuskan rencana pengembangan, konsep-konsep NUA sudah dipertimbangkan. Pada bidang Cipta Karya, substansi NUA dijabarkan dalam program-program sebagai berikut:

Akses universal air minum aman 100% (SPAM Regional, SPAM Perkotaan, Penyediaan Air Minum untuk MBR, dll)

Mengurangi kawasan kumuh mencapai 0% (Kotaku, Neighborhood Upgrading and Shelter Project/NUSP, dll)

Meningkatkan akses sanitasi layak mencapai 100% (Sanitasi Berbasis Masyarakat, TPST 3R, Instalasi Pengolahan Lumput Tinja)

Ruang terbuka publik (Pengembangan Kota Hijau/P2KH, Rencana Aksi Kota Hijau, Program Eco District, dll)

Pelestarian kawasan pusaka (Program Penataan dan Pelestarian Kota Pusaka/P3KP, Revitalisasi Gedung Pusaka)

read more